MAKALAH
FUNGSI
PENGGERAKAN
PERMASALAH KOMUSIKASI
DI PERUSAHAAN PT GOLDEN CASTLE
MATA KULIAH
PENGANTAR MANAJEMEN
Ashri Hidayati
SH., M.Pd. I
Kelompok : 9
Namia fauziyah
: 2103 0804 17 1046
Saepul Rohman :
2103 0804 17 1069
PRODI PERBANKAN
SYARIAH
FAKULATAS AGAMA
ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2018
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih karunia-Nya makalah fungsi
manajemen: actuating (penggerakan) yang dibimbing oleh Ashri Hiadayati SH., M.Pd. I ini dapat diselesaikan sebagai salah satu
tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan.
Makalah ini berisi tentang
pengertian actuating (penggerakan), fungsi dan peranan actuating,
pengaplikasian actuating dalam pendidikan, serta pentingnya actuating dalam
organisasi.
Kami menyadari bahwa Allah sumber
segala ilmu pengetahuan sehingga kami merasa memiliki kekurangan dalam
penulisan makalah ini, untuk itu kami membutuhkan saran dan kritik agar makalah
ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bandung
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR
ISI.................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah...................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................
3
1.3 Manfaat
Penelitian...........................................................................
3
BAB
II TEORI
2.1 Teori
– Teori Penggerakan..............................................................
4
2.2 Teori-Teori
Motivasi.........................................................................
4
2.3 Teori
Motivasi Kepuasan.................................................................
4
2.4 Pengertian (Penggerakan)................................................................
13
2.5 Fungsi dan Peranan Actuating (Penggerakan)................................ 13
2.6 Macam Macam Penggerakan .......................................................... 15
BAB III PEMBAHASAN
3.1
Contoh Kasus ................................................................................... 17
3.2
Saran dan Penyelesaian......................................................................
17
BAB
IV PENUTUP
Simpulan................................................................................................
18
Saran......................................................................................................
18
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan pendidikan yang
sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap
jenjang dan satuan pendidikan. Dari berbagai pengamat dan analisis, ada
berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita mengalami peningkatan
secara merata.
1.
Pertama, kebijakan dan
penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational
production function atau input-output analisis yang tidak dilaksanakan secara
konsekuen. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara
birokratissentralistik, sehingga meningkat sekolah sebagai penyelenggaraan
pendidikan yang tergantung pada keputusan birokrasi-birokrasi. Ketiga, minimnya
peranan masyarakat khususnya orang tua sisiwa dalam penyelenggaraan pendidikan,
pratisipasi orang tua selama ini dengan sebatas pendukung dana, tapi tidak
dilibatkan dalam proses pendidikan seperti mengambil keputusan, monitoring,
evaluasi dan akuntabilitas, sehingga sekolah tidak memiliki beban dan tanggung
jawab hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat/orang tua sebagai stake
holder yang berkepentingan dengan pendidikan. Keempat, krisis kepemimpinan,
dimana kepala sekolah yang cenderung tidak demokratis, sistem top down policy
baik dari kepala sekolah terhadap guru atau birokrasi diatas kepala sekolah
terhadap sekolah.
2.
Munculnya paradigma guru tentang
manajemen berbasis sekolah yang bertumpu pada penciptaan iklim yang
demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang lebih luas kepada sekolah untuk
menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan berkualitas.
3. Kepemimpinan
adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilakubawahan agar mau bekerja
sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuanorganisasi. Gaya
kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil kepurusan maka akan
mengakibatkan adanya disharmonisasi hubungan anatara pemimpin dan yang
dipimpin. Salah satu solusinya adalah dengan dikeluarkannya UU no.32 tahun 2004
yaitu undang-undang otonomi daerah yang kemudian diatur oleh PP no. 33 tahun
2004 yaitu adanya penggeseran kewenangan dan pemerintah pusat ke pemda dalam
berbagai bidang termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar negeri,
pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal. Pemberian otonomi
tersebut dimaksudkan agar lembaga sekolah memiliki kebebasan dan kemandirian
mengelola lembaganya agar mampu berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhususan-kekhususan yang dimiliki daerah serta memiliki relevansi yang tinggi
dan kemanfaatan optimal bagi pembangunan di daerah. Pemberian otonomi demikian
dengan segala implikasinya dianggap merupakan langkah maju yang bertujuan untuk
menciptakan efektifitas penyelenggaraan pendidikan di daerah dengan bersumber
kepada pemanfaatan potensi, kekhasan, dan kreativitas dari para penyelenggara
pendidikan di daerah. Implementsi otonomi sekolah ini juga salah satunya
tercermin dengan diberlakukannya UU No. 20/2005 yang memberikan kebebasan
kepada sekolah untuk menyusun kurikulumnya sendiri yang dikenal dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai ganti dari Kurikulum 2004.
Dengan adanya amanat otonomi dari undang- undang tersebut perangkat manajemen
di sekolah bukan lagi sekedar sebagai pelaksana dari birokrasi pusat
sebagaimana era sebelumnya, melainkan berposisi sebagai agen yang mandiri yang
bertanggung jawab atas pengelolaan sekolah sesuai dengan tugas dan fungsi
manajemen (planning, organizing, actuating, controlling) dengan memperhatikan
potensi dan kekhasan yang dimiliki. Namun, pada pembahasan kali ini peneliti
hanya membahas mengenai actuating (penggerakan).[1]
1.2 Rumusan Masalah
1. Teori
– Teori Penggerakan
2. Teori
menegenai Motivasi
3.
Teori Motivasi Kepuasan
4. Pengertian
(Penggerakan)
5. Fungsi
dan Peranan Actuating (Penggerakan)
6. Pengaplikasian
Actuating dalam Pendidikan
7. Pentingnya
Actuating dalam Organisasi
8.
Macam-Macam Penggerakan
1.3 Manfaat Penelitian
1. Menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai actuating (penggerakan).
2. Lebih
meningkatkan jiwa manajemen pada diri mahasiswa melalui actuating
(penggerakan).
BAB
II
TEORI
2.1
Teori
– Teori Penggerakan
Kemampuan seorang manajer untuk
memotivasi dan mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi akan menentukan
efektifitas manajer. Dan ini bukan satu-satunya factor yang mempengaruhi
tingkat prestasi seseorang. Manajer yang dapat melihat motivasi sebagai suatu
system akan mampu meramalkan perilaku dari bawahannya.
2.2
Teori-Teori
Motivasi
Untuk
dapat memahami tentang motivasi dalam manajemen ini, akan dikemukakan beberapa
teori tentang motivasi, antara lain : Teori Abraham H. Maslow (Teori
Kebutuhan); Teori McClelland (Teori
Kebutuhan Berprestasi); Teori Clyton
Alderfer (Teori ERG); Teori Herzberg
(Teori Dua Faktor); Teori Keadilan; Teori Penetapan Tujuan; Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan); Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan Teori
Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (Dikutip dari berbagai sumber Winardi,
2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,
183-190, Fred Luthan, 140-167)
Dari berbagai teori motivasi
sebagaimana tersebut diatas, maka secara sederhana dapat dikelompokan menjadi
3(tiga) tema besar, yaitu Teori Kepuasan (Content Theory),
Teori Proses (Process Theory), dan Teori Perilaku (Reinforcement Theory).
2.3
Teori
Motivasi Kepuasan
Teori ini berdasarkan pada
factor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang membuat mereka melakukan
aktivitasnya, jadi mengacu kepada diri seseorang. Teori ini mencoba mencari
tahu kebutuhan apa yang dapat memuaskkan dan mendorong semangat kerja
seseorang. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, akan
semakin giat pula seseorang bekerja.Teori ini menekankan arti pentingnya
pemahaman factor-faktor yang ada didalam individu yang menyebabkan mereka
bertingkah laku tertentu. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menetukan
tindakan yang mereka lakukan, yaitu para individu akan bertindak untuk
memuaskan kebutuhan mereka.
Termasuk
dalam teori kepuasan ini ada 4 (empat) teori penting yang perlu diperhatikan
salah satunya, yaitu :
§
Teori Motivasi Taylor
Menurut teori ini, motivasi bekerja
hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis, yaitu mempertahankan
kelangsungan hidup saja.
§
Teori Kebutuhan Berprestasi
dari McClelland (McClelland’s Achievement Motivation Theory)
Teori
McClelland atau biasa disebut sebagai Teori Kebutuhan Berprestasi dari
McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Achievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi.
Murray
sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan
kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan. Hal ini dikatakan :
“Melaksanakan sesuatu tugas
atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atai
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal
tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuatu kondisi yang
berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai perfprma
puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut
McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers)
memiliki tiga cirri umum, yaitu :
1.
sebuah prefensi untuk mengerjakan
tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat;
2.
menyukai situasi-situasi dimana
kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena
factor-faktor lain seperti kemujuran;
3.
menginginkan umpan balik tentang
keberhasilan dan kegagalan mereka.
McClelland
dalam teorinya menyatakan bahwa banyak kebutuhan diperoleh dari kebudayaan.
Terdapat 3 kebutuhan dari teori ini, yaitu :
1.
Kebutuhan akan prestasi (need for achievement, n-ach)
2.
Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation, n-aff)
3.
Kebutuhan akan kekuasaan (need for power, n-pow)
Menurut Achievement Motivation Theory, seseorang akan memiliki
motivasi yang tinggi dalam melakukan suatu aktivitas apabila kativitas tersebut
menuntut tantangan intelektual dengan tingkat kesukaran yang dapat diatasi
melalui usaha keras. Demikian juga halnya motivasi mahasiswa dalam meningkatkan
aktivitas belajarnya. Apabila mahasiswa mempersepsikan bahwa ia tidak memiliki
kemapuan untuk belajar dengan baik, maka hal ini menjadi factor penghambat bagi
dirinya untuk termotivasi.
Menurut Exectancy Theory of Motivation, seseorang akan
termotivasi perilakunya apabila ia mempunyai keyakian bahwa ia akan mampu
melakukan tugas dan keberhasilannya menyelesaikan tugas tersebut memberikan
suatu yang bermakna bagi dirinya.
Karena itu, menurut Edwards dan
Atkinson, maka seorang mahasiswa akan terdorong meningkatkan belajarnya apabila
ia memiliki keyakinan bahwa ia mampu melaksanakan kegaitan pembelajaran dnegan
baik, dan ia melihat bahwa keberhasilan dalam prestasi akademiknya memberikan
arti atau makna penting bagi dirinya, entah itu makna yang berkaitan dengan
materi, sosial, maupun psikologis.
Dari
teori ini dapat disimpulakn bahwa apabila kebutuhan seseorang sangat mendesak,
maka kebutuhan itu akan memotivasi seseorang untuk berusaha keras memenuhinya.
§
Teori Dua-Faktor dari Herzberg
(Herzberg Two-Factor Theory)
Dua factor ini dinamakan factor yang
membuat orang tidak puas dan factor yang membuat orang merasa puas
(dissatifiers-satisfiers) atau factor yangmembuat orang merasa sehat dan factor
yang memotivasi orang (hygiene-motivation) atau ekstrinsik dan intrinsic (extrinsic-intrinsic).
Teori
ini diuji dengan melibatkan sekelompok orang yang terdiri dari 200 orang
akuntan dan ahli mesin.
Ø Teori Motivasi Proses
Teori ini adalah merupakan teori
yang digunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan (energize) mengarahkan
(direct), memelihara (maintain) dan mengentikan (stop) perilaku individu. Dalam
teori proses ini terdapat 4 teori penting, yaitu :
Ø Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori harapan dipelopori oleh Victor
H. Vroom, dalam bukuny yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu
teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi
merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan
yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang
diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan
jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan
berkata bahwa jika seseoeang menginginkan sesuatau dan harapan untuk memperoleh
sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk
memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal
yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Dikalangan
ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini
mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian
kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya
serta menunjukan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu.
Penekanan
ini dianggap penting karena pengalaman menunjukan bahwa para pegawai tidak
selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
Ø Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada
pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha
yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya,
apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu :
§
Seorang akan berusaha memperoleh
imbalan yang lebih besar, atau
§
Mengurangi intensitas usaha yang
dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
Dalam
menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal
sebagai pembanding, yaitu :
1. Harapannya
tentang jumlah imnalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaaan dan pengalamannya;
2. Imbalan
yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat
pekerjaannya relative sama dengan yang bersangkutan sendiri;
3. Imbalan
yang diterima oleh pegawai lain diorganisasi lain dikawasan yang sama serta
melakukan kegiatan sejenis;
4. Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan
hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas
dibagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidak adilan
timbul apalagi meluas dikalangan para pegawai.
Apabila
sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negative bagi organisasi,
seperti ketidak puasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan
dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam
melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai
ke organisasi yang lain.
Ø Teori Edwin Locke tentang Penetapan Tujuan (Edwin Lock’s
Goal Setting Theory)
Teori penetapan tujuan (goal setting
theory) dicetuskan oleh Edwin Locke. Ia mengemukakan bahwa dalam penetapan
tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan
mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan
meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan
rencana-rencana kegiatan.
Ø Teori Disonans Kognitif (Cognitive Dissonance Theory)
Berbagai teori atau model motivasi
yang telah dibahas dimuka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi
karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang
bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh
persepsi tersebut.Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui
bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi eksternal
dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai factor diluar diri
seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apa yang
dikenal dengan “hukup pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk
mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi yang menguntungkan dirinya dan
menggelakkan perilaku yang mengakibatkan perilaku yang mengakibatkan timbul
konsekuensi yang merugikan.
Contoh
yang sangat sederhana ialah seorang juru ketik yang mampu menyelesaikan
tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru ketik tersebut mendapat pujian
dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji ayng dipercepat.
Karena juru ketik tersebut menyenangi konsekuensi perilakunya itu, ia lalu
terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan
berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya denganbelajar menggunakan
computer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya
diharapkan mempunyai konsekuensi positif lagi dikemudian hari.
Contoh
sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapatkan
teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi
indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagai konsekuensi
negative perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu
datang tepat pada waktunya ditempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa
agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetapi memperhitungkan
harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara
tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
Ø Teori Perilaku (reinforcement theory)
Teori
perilaku biasa disebut dengan nama Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”). Teori
Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu :
E
= Existence (kebutuhan akan eksistensi),
R
= Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain), dan
G = Growth (kebutuhan akan
pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut
didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual dikembangkan
oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan
hirarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “Relatedness” senada dengan
hirarki, kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth”
mengandung makna sama dengan “self actualization”Kedua, teori Alderfer
menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasanny
secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa
:
1. Makin
tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
2. Kuatnya
keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
3. Sebaliknya,
semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini, hemat
penulis, didasarkan kepada sifat pragmatism oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang mungkin dicapainya.Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada
satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan
system motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan
model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakatan
dikalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori
yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu.
Menurut model ini, motivasi seorang
individu sangat dipengauhi oleh berbagai factor, baik yang bersifat internal
maupun eksternal. Termasuk pada factor internal adalah :
·
persepsi seseorang mengenai diri
sendiri;
·
harga diri;
·
harapan pribadi;
·
kebutuhan;
·
keinginan;
·
kepuasan kerja;
·
prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan factor eksternal
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
·
jenis dan sifat pekerjaan;
·
kelompok kerja dimana seseorang
bergabung;
·
organisasi tempat bekerja;
·
situasi lingkungan pada umumnya;
·
system imbalan yang berlaku dan
cara penerapannya[2]
2.4
Pengertian (Penggerakan)
Didalam
bahasa Inggris, ada lima istilah yang artinya hampir sama tetapi maknanya
berbeda untuk pengeritan “menggerakan orang lain”, seperti dijelaskan berikut
ini.
1. Directing, yakni menggerakan orang lain
dengan memberikan berbagai pengarahan,
2. Actuiting, yakni menggerakan orang lain
dalam artian umum,
3. Leading, yakni menggerakan orang lain
dengan cara menempatkan diri dimuka orang-orang yang digerakan, membawa mereka
ke suatu tujuan tertentu serta memberikan contoh-contoh,
4. Commanding, yakni menggerakan orang lain
disertai unsur paksaan,
5. Motivating, yakni menggerakan orang lain
dengan terlebih dahulu memberikan alasan-alasan mengapa hal itu harus
dikerjakan.
Dari
lima pengertian pengarahan diatas, maka dapat dikatakan bahwa pengarahan
merupakan aspek hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat para
bawahan untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif
serta efisien untuk mencapai tujuan.
Hal
yang penting untuk diperhatikan dalam penggerakan (actuating) ini adalah bahwa
seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika
1. merasa
yakin akan mampu mengerjakan.
2. yakin
bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya.
3. tidak
sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau
mendesak.
4. tugas
tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan
5. hubungan
antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.[3]
2.5
Fungsi
dan Peranan Actuating (Penggerakan)
Pertama, adalah melakukan pengarahan
(commanding), bimbingan (directing) dan komunikasi (communication) (Nawawi,
2000:95). Dijelaskan pula bahwa pengarahan dan bimbingan adalah kegiatan
menciptakan, memelihara, menjaga/mempertahankan dan memajukan organisasi
melalui setiap personil, baik secara struktural maupun fungsional, agar langkah
operasionalnya tidak keluar dari usaha mencapai tujuan organisasi. Kedua,
penggerakan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan
menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar
setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran,
tugas dan tanggung jawabnya.
1. Pengaplikasian Actuating dalam Pendidikan
Adalah pengarahan dan pemotivasian
seluruh personil pada setiap kegiatan pendidikan di sekolah untuk selalu dapat
meningkatkan kualitas kinerjanya. Kegiatan pendidikan tersebut yakni sebagai
berikut: 1. Manajemen kurikulum, 2. Manajemen ketenagaan pendidikan (kepegawaian),
3. Manajemen peserta didik, 4.Manajemen sarana dan prasarana, 5. Manajemen
keuangan/pembiayaan pendidikan, 6. Manajemen administrasi perkantoran, 7.
Manajemen unit-unit penunjang pendidikan, 8. Manajemen layanan khusus
pendidikan, 9. Manajemen tata lingkungan dan keamanan, 10. Manajemen hubungan
dengan masyarakat, (Mulyono, 2008:168-170).
2.
Pentingnya Actuating dalam
Organisasi
Fungsi actuating lebih menekankan
pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Perencanaan
dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan
penggerakan seluruh potensi sumber daya manusia dan nonmanusia pada pelaksanaan
tugas. Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai
visi, misi dan program kerja organisasi. Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan
tugas, fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi masing-masing SDM untuk
mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan.[4]
2.6
Macam-Macam Penggerakan
Pada umumnya, pimpinan menginginkan
pengarahan kepada bawahan dengan maksud agar mereka bersedia untuk bekerja
sebaik mungkin, dan diharapkan tindak menyimpang dari prinsip-prinsip dimuka.
Adapun
macam-macam pengarahan yang dilakukan dapat berupa :
1. Orientasi
Orientasi merupakan cara pengarahan
dengan memberikan informasi yang perlu agar supaya kegiatan dapat dilakukan
dengan baik. Pada umumnya, orientasi ini diberikan kepada pegawai baru dengan
tujuan untuk mengadakan pengenalan dan memberikan pengertian tentang berbagai
masalah yang dihadapinya. Pegawai lama yang pernah menjalani orientasi tidak
selalu ingat atau paham tentang masalah-masalah yang pernah dihadapinya. Dengan
demikian, orientasi ini perlu juga diberikan kepada pegawai-pegawai lama agar
mereka tetap memahami akan peranannya.
2.
Perintah
Perintah merupakan permintaan dari
pimpinan kepada orang yang berada dibawahnya untuk melakukan atau mengulang
suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu. Jadi, perintah itu berasal dari
atasan, dan ditunjukan kepada para bawahan; atau dapat dikatakan bahwa aus
perintah ini mengalir dari atas ke bawah. Perintah tidak dapat diberikan kepada
orang lain yang memiliki kedudukan sejajar atau orang lain yang berada dibagian
lain.
3.
Delegasi Wewenang
Pendelegasian wewenang bersifat
lebih umum jika dibandingkan dengan pemberian perintah. Dalam pendelegasian
wewenang ini pimpinan melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya
kepada bawahan. Kaitannya dengan macam-macam penggerakan yang merupakan proses
penggerakan adala memberikan perintah, petunjuk, pedoman dan nasehat serta
keterampilan dalam berkomunikasi. Penggerakan merupakan inti daripada manajemen
yaitu menggerakan untuk mencapai hasil, sedang inti dari penggerakan
adalah leading, harus menentukan prinsip-prinsip efisiensi,
komunikasi yang baik dan prinsip menjawab pertanyaan :
§
Who (siapa)
§
Why (mengapa)
§
How (bagaimana)
§
What (apa)
§
When (kapan)
§
Where (dimana)
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang
menjadi motivator pendorong untuk bergerak dan mampu menggerakan suatu
organisasi.[5]
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Contoh
Kasus Komusikasi di Perusahaan PT Golden Castle
PT
Golden Castle bergeraka dalam bidang konveksi atau textile, mengalami konflik
antara perusahaan dengan karyawan. Konflik ini terjadi disebabkan oleh adanya
miss communication antar atasan dengan karyawan. Adanya perubahan kebijakan
dalam perusahaan mengenai penghitungan gaji atau upah kerja karyawan, namun
pihak perusahaan belum memberitahukan para karyawan, sehingga karyawan merasa
diperlakukan semena-mena oleh pihak perusahaan. Para karyawan mengambil
tindakan yaitu dengan mendemo perusahaan, namun tindakan ini berujung pada PHK
besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan.
3.2
Saran dalam Penyelesaian dalam Kasus
Perusahaan Tersebut
Seharusnya
atasan harus bisa membaca pikiran atau keinginan para karyawan, atasan juga
harus sering berkomunikasi langsung dengan para karyawannya sehingga tidak
terjadi miss communication, dengan begitu atasan dapat mengatahui bagaimana
sifat dan keinginan para karyawan tersebut. Dalam mengubah kebijakan mengenai
perhitungan gaji atau upah kerja karyawan seharusnya ikut dibicarakan dengan
para karyawan, karena perubahan kebijakan dalam suatu perusahaan harus segera
diberitahukan kepada pihak yang bersangkutan termasuk para karyawan juga,
apalagi mengenai gaji.[6]
BAB IV
PENUTUP
Simpulan
Actuating adalah usaha menggerakkan
seluruh orang yang terkait, untuk secara bersama-sama melaksanakan program
kegiatan sesuai dengan bidang masing-masing dengan cara yang terbaik dan benar.
Fungsi dan peranan actuating yakni pertama, melakukan pengarahan (commanding),
bimbingan (directing) dan komunikasi (communication); kedua, upaya untuk
menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan
dan pemotivasian. Pengaplikasian actuating dalam pendidikan adalah pengarahan
dan pemotivasian seluruh personil pada setiap kegiatan pendidikan di sekolah
untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya. Fungsi actuating lebih
menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam
organisasi. Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila
tidak diikuti dengan penggerakan seluruh potensi sumber daya manusia dan
nonmanusia pada pelaksanaan tugas.
Saran
1.
Semua guru sebagai anggota
organisasi di sekolah sebaiknya mampu memaksimalkan tugasnya dalam
berpartisipasi mewujudkan manajemen sekolah yang sesuai dengan cita-cita
organisasi sekolah seutuhnya.
2.
Siswa sebaiknya lebih konsisten
dan bertanggung jawab dalam tugas/kewajibannya sebagai pelajar agar dapat
membantu mewujudkan tujuan organisasi sekolah.
3.
Pemerintah sebaiknya
berpartisipasi untuk mewujudkan tujuan manajemen pendidikan seutuhnya baik itu
berupa materil maupun nonmateril.
DAFTAR
PUSTAKA
[1]
http://joemarnioye.blogspot.co.id/2013/02/makalah-fungsi-manajemen-actuating.html
[2]
https://datakata.wordpress.com/2014/01/17/dasar-dasar-manajemen-fungsi-penggerakan-actuiting/
[3]
https://datakata.wordpress.com/2014/01/17/dasar-dasar-manajemen-fungsi-penggerakan-actuiting/
[4]
http://joemarnioye.blogspot.co.id/2013/02/makalah-fungsi-manajemen-actuating.html
[5]
https://datakata.wordpress.com/2014/01/17/dasar-dasar-manajemen-fungsi-penggerakan-actuiting/
[6]http://alphiandaushemawan.blogspot.in/2015/10/contoh-kasus-dalam-perusahaan.html
what
ReplyDelete